Tuesday, October 11, 2011

Bali Kembali ke Kebijakan Satu Pintu


Perkembangan pariwisata Balidiakui mengubah masyarakat dengan budaya spiritual menjadi masyarakatmaterialistis, dan secara fisik perubahan budaya masyarakat telah mengubahekologi. Karena itu, Pemerintah Provinsi Bali akan mengembalikan kebijakan satupintu dalam pengembangan pariwisata, menyusul kesepakatan bersamaantarkabupaten/kota.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Ida BagusSedhawa di Denpasar, Selasa (31/3), mengatakan, Pemprov Bali tengahmengevaluasi dan menyusun ulang rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) PulauBali untuk 20 tahun ke depan dengan target tahun 2009 dapat disahkan DPRD Bali.Rencana tata ruang dan wilayah ini diharapkan mampu mengendalikan dan menataulang pembangunan melalui pemetaan wilayah serta memiliki payung hukum yangjelas.
Menurut Sedhawa, pihaknya optimistis kebudayaan Bali dapat kembali dalam waktu 20 tahun melaluipenerbitan RTRW. ”Kami tengah berupaya keras mengembalikan pariwisata yangberbudaya berbasis agraria dengan pariwisata kerakyatan. Setidaknya ada upayasekarang ini mengembalikan kepercayaan masyarakat kembali kepada norma-normaspiritual, di antaranya berbasis agraris,” ujarnya.

Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ProvinsiBali Nengah Suarca mengatakan, ruang lingkup RTRW yang tengah diselesaikan itutidak hanya mengatasi karut-marutnya pembangunan karena pesatnya pariwisata.Penyusunan RTRW untuk 20 tahunan itu juga mencakup pemetaan kawasan mana sajayang diperbolehkan diubah karena investasi atau lainnya.
Pada tahun 1970-an, pengembangan pariwisata hanyadiperbolehkan di kawasan teben atau hilir, seperti (sekarang) kawasan Nusa Dua,dan Sanur. Pengembangan tidak diperbolehkan di kawasan ulu atau atas, antaralain Gunung Agung yang dianggap kawasan suci. Namun, dalam perkembangannya,investasi pariwisata merambah ke mana-mana. Pembangunan hotel berbintang marakdi beberapa kawasan dan tidak memedulikan lagi kawasan ulu dan teben tersebut.
Diperoleh informasi, sejumlah bupati di Bali menyatakan telah berusaha keras untuk memastikanagar pengembangan pariwisata di daerah mereka tetap sesuai dengan konsep TriHita Karana atau keselarasan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Untukitu, mereka berhati-hati menerima investor pariwisata terkait jenis ataupunlokasi pengembangan fasilitas pariwisata.
”Kami selama ini tidak main-main mengembangkan pariwisatadi daerah kami. Dasarnya tetap pariwisata budaya dan agama. Jika itu hilang,apa yang akan kami jual,” kata Bupati Karangasem Wayan Geredeg ketika dihubungidari Denpasar.
Ia mengungkapkan, Karangasem menetapkan tigawilayahnya untuk pengembangan wisata sesuai dengan topografi masing-masing.Ketiga wilayah itu adalah Padang Bai dan Candi Dasa untuk pengembangan wisatapantai, Taman Ujung untuk kawasan wisata spiritual, dan Tulamben untukpariwisata bawah laut. Karangasem tengah membangun pelabuhan kapal wisatapertama, dan terbesar di Bali, di sekitarkawasan Padang Bai. Pelabuhan itu tak akan memakan kawasan hijau.
Secara terpisah, Bupati Buleleng Putu Bagiadamenyatakan komitmennya untuk mengembangkan wisata selaras dengan pelestarianhutan, di samping pengembangan wisata pantai di Pantai Lovina. Pembangunandelapan hotel dan resor di kawasan Taman Nasional Bali Barat, misalnya, jugadiwajibkan selaras dengan upaya pelestarian kawasan itu.
Budayawan Ketut Sumarta melukiskan Bali membutuhkan komitmen bersama guna mendorongpengembangan pariwisata yang akrab dan menyatu dengan tradisi adat-istiadatnya.
”Pariwisata jangan menjadi kambing hitam atasgangguan yang menimpa tradisi adat. Khusus di Bali, pariwisata justrumenghidupkan tradisi setempat, seperti pementasan barong, kecak, tek-tekan, dangamelan. Tradisi juga harus mampu mengikuti tuntutan perkembangan. Tradisiberkarakter agraris harus diolah menjadi tradisi berkarakter jasa, sesuaituntutan dunia pariwisata,” kata Pemimpin Redaksi Sarad, majalah budaya Bali, itu.
Oleh sebab itu, obyek wisata berupa taman safari,golf, atau balap mobil di Bali, misalnya,adalah obyek yang melenceng dari arah wisata budaya.
General Manager Hotel Inna Bali Maryanto mengakuresah terhadap kehadiran hotel berbintang di Baliyang bertambah banyak dan terkesan tak terkendali. Karena itu, pembangunanhotel-hotel berbintang agar distop.
Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan RestoranIndonesia Bali Perry Markus menilai perlu pengkajian secara menyeluruh sebelummengatakan bahwa industri wisata Bali jenuh.Jadi, perlu rencana induk untuk beberapa waktu ke depan. Setelah dilalui,direvisi kembali sesuai dengan tuntutan zaman.

0 comments:

Post a Comment

Sample Text

Social Profiles

Arsip Blog

Pengikut

Guest Counter

Powered by Blogger.

Ads 468x60px

Popular Posts

Blog Archive

About

Featured Posts Coolbthemes