Thursday, October 6, 2011

Sejarah Hadist


ILMU HADISDAN SEJARAH PERKEMBANGAN
A.   Pengertian Ilmu Hadis
Ilmu hadis (‘ulum Al Hadis ), secara bahasa berarti ilmu-ilmu tentanghadis. Secara etimologi ,seperti yang di ungkapkan oleh As-Suyuthi ,ilmu hadisadalah :
Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampaikepada Rosul Saw .dari segi hal ikhwal para rawiyah ,yang menyangkut kedhabitan dan keadilan nya dan dari bersambung dan terputus nya sanad ,dansebagai nya
Secara garis besar ,ulama’ hadis me ngelompokan ilmu hadis tersebut kedalam dua bidang pokok ,yakni ilmu hadis mengelompokan ilmu hadis tersebut kedalam dua bidang pokok ,yakni ilmu hadis riwayat dan ilmu hadits dir ayah


1.     Ilmu Hadists Riwayat
Kata riwayat artinya periwayatan atau cerita Ilmu hadis’riwayat secarabahasa berarti ilmu hadits yang berupa periwayatan .
Para ulama,berbeda-beda pendapat dalammendepinisikan ilmu hadi riwayat ,namun yang paling terkenal diantaradepinisi-depinisi tersebut adalah depinisi ibnu Al-Akhpani, yaitu :
***

Ilmu hadisriwayat adalah yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW,periwayatanny, pencatatanya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.
Objek kajianilmu hadis riwayah adalah segala sesuatu yang dimisbatkan kepada Nabi Saw,Sahabat, dan tabi’in yang meliputi :
a.      Cara periwayatannya, yakni cara penerimaan danpenyampaian hadis dari seorang periwayat (rawi) kepada periwayat lain :
b.     Cara pemeliharaan, yakni penghapalan, penulisan, danpembukuan hadis.  
Ilmu hadis riwayah bertujuan memelihara hadis Nabi SAW, dari kesalahandalam proses periwayaan atau dalam penulisan dan pembukuannya.
Ulama yang terkenal dan dipandang sebagai pelopor ilmu hadis riwayahadalah Abu Bakar Muhamamd bin Syihab Az-Zuhri (51-124 H), seorang imam danulama besar di Hijaz dan Syar. Dalam sejarah perkembangan hadis, Az-Zuhritercatat sebagai SAW, atas perintah khalifah umar bin Abdul Aziz atau KhalifahUmar II (memerintah 99H/717 M – 102 H/ 720 M).
Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan dan pembukaan hadis secaabesar-besaran dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke-3 H, seperti imanAl-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan ulama-ulamahadis lainya melalui kitab hadis masing-masing.
2.     Ilmu Hadis Dirayah
At-Turmuczimendefinisikan
“Kaidah-kaidahuntuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan,sifat-siat perawi, dan lain-lain. [1]
Ibnu Al-Akhfanimendefinisikan ilmu ini sebagai berikut :
**
“Ilmupengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam,dan hokum-hukum hadis serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baiksyarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan dan segala sesuatu yangberkaitan dengannya.”[2]
Sedangkan‘Izzuddin bin jama’ah mendefinisikan, sebagai berikut :
****
‘Ilmu yangmembahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad danmatan”.[3]
Dari beberapapengertian diatas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis dirayahadalah keadaan para perawi dan maewinya. Keadaan para perawt, yaitu menyangkutpribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan hapalannya, maupun yangmenyangkut persambungan dan terputusnya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu darisudut kesahihan dan kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan denganmatan.
Tujuan danfaedah ilmu hadis dirayah adalah :
a)     Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmuhadis dari masa kemasa sejak masa Rasulullah SAW. Sampai sekarang.
b)     Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telahdilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadis.
c)     Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh paraulama’ dalam mengklasifikasikan hadis lebih lanjut dan
d)    Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dnakriteri-kriteria hadis sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hokum syara’.
B.    Cabang-cabang Ilmu Hadits
Ilmu hadits terus berkembang menuju kesempurnaannya. Dalam perkembanganselanjutnya munculah beberapa cabang ilmu hadis yang khusus yang berpangkalanpada sanad, matan dan keduanya. Biarpun pembahasan ilmu-ilmu itu lebih mengarahkepada suatu objek tertentu, tetapi saling diperlukan dan erat hubunganya satusama lain.
Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad, antara lain :
1.     Ilmu Rijal Al-Hadits
2.     Ilmu Thabaqat Al-Ruwah
3.     Ilmu Tarikh Rijal AL-Hadits
4.     Ilmu Jarh wa Ta’dil
Cabang-cabang yang berpangkal pada matan, antara lain :
1.     Ilmu Gharib AL-Hadits
2.     Ilmu Asbab wurud Al-Hadits
3.     Ilmu Tawarikh Al-Mutun
4.     Ilmu Nasikh wa mansukh
5.     Ilmu Talfiq AL-Hadits
Cabang-cabangyang berpangkal pada sanad dan matan, ialah :
Ilmu ilalAl-hadits
C.   Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits
Dalam tataran praktiknya, ilmu hadis sudah ada sejak periode awal islamatau sejak periode Rasulullah SAW., paling tidak, dalam arti dasar-dasarnya.Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang disertaidengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yangsampai kepada mereka. Berawal dengan cara yang sangat sederhana, ilmu iniberkembang sedemikian rupa seiring dengan berkembangnya masalah yang dihadapi.
Pada periode Rasulullah SAW., kritik ata u penelitian terhadap suaturiwayat (hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama ilmu hadis dirayahdilakukan dnegan cara yang sederhana sekali. Apabila seorang sahabat ragu-ragumenerima suatu riwayat dari sahabat lainnya, ia segera menemui Rasulullah SAWatau sahabat lain yang dapat dipercaya utnuk mengonfirmasikannya. Setelah itu,barulah ia menerima dan mengamalkan hadis tersebut.
Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad maupun matanhadis semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-634 H; khalifahpertama dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun atau empat khalifah Besar), misalnya,tidak mau menerima suatu hadis yang disampaian oleh seseorang, kecuali yangbersangkutan maupun mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yangdisampaikannya.
Demikian pula, Umar bin Al-Khathathab (581-644 H; khalifah kedua dariAl-Khulafa ‘Ar-Rasyidun). Bahkan, Umar mengancam akan memberi sanksi terhadapsiapa saja yang meriwayatkan hadis jika tidak mendatangkan saksi. Ali bin AbiThalib (603-661 ; khalifah terakhir dari Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun) menetapkanpersyaratan tersendiri. Ia  tidak maumenerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang yangmenyampaikannya bersedia diambil sumpah atas kebenaran riwayat tersebut.Meskipun demikian, ia tidak menurut persyaratan tersebut terhadapsahabat-sahabat yang paling dipercaya kejujuran dan kebenaranya, seperti AbuBakar Ash-Shiddiq.
Kritik matan juga tampak jelas pada periode sahabat. ‘Aisyah binti AbuBakar r.a., misalny, pernah mengkritik hadis dari Abu Hurairah (w. 57 H) denganmantan, ‘Inna-mayyita yu’zzabu bi buka’I ahlihi ‘alaihi” (Sesuangguhnya mayatdiazab disebebkan ratapan keluarganya). ‘Aisyah mengatakan bahwa periwayattelah salah dalam menyampaikan hadis tersebut sambil menjelaskan matan yangsesungguhnya. Suatu ketika, Rasulullah SAW. Melewati sebuah kuburan orangYahudi dan beliau melihat keluarga si mayat sedang meratap di atasnya.
Melihat hal tersebut, rasulullah SAW bersabda, “Mereka sedang meratapi simayit, sementara si mayat sendii sednagkan diazab dalam kuburanya”. Lebihlanjut ‘Aisyah berkata, “Cukuplah Al-Qur’an sebagai bukti ketidakbenaran matanhadis yang dating dari Abu Hurairrah karena maknanya bertentangan dengaAl-Qur’an.” Ia mengutip Surat Al-An’am (6) ayat 16 yang artinya, “….dan seornagyang berdosa tidak akan memikul dosa lain…..”.
Pda aklhir abad ke-12 H, barulah penelitian atau pengkritikan hadismengambil bentuk sebagai ilmu hdis teoretis, di samping bentuk praktis sepertidijelaskan di atas. Iamam Asy-Syfi’i adalah ulama pertama yang mewariskanteori-teori ilmu hadisnya seara tertulis sebagaimana terdapat dalam karyamonumentalnya Ar-Risalah (kitab usul fiqih) dan Al-Umm (kitab fiqh).
Dalam catatan sejarah perkembangan hadis, diketahui bahwa ulama yangpertama kali berhasil menyusun ilmu hadis dalam suatu disiplin ilmu lengkapadalah Al-Qadi Abu Muhammad AL-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin KhaladAr-Ramahurmuzi (265-360 H) dalam kitabnya, Al-Muhaddits AL-Fashil bin Ar-Rawiwa Al-Wa’i.
Kemudian, muncul Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Naisaburi(w. 405 H/1014 m) dengan sebuah kitab yang lebih sistematis, ma’rifah ‘UlumAL-Hadits.
Kemudin, Abu Nu’ami Ahmad bin Abdillah Ash-Asfahani (w. 430 H/1038 M),muhaddits (ahli hadis) dari Astalun (Persia), berusaha melengkapikekurangan tersebut melalui kitabnya, Al-Mustkhraj ‘Ala Ma’rifah ‘UlumAl-hadits.
Setelah itu, muncul Abu Bakr Ahmad Al-Khathib AL-badhdadi (392 H/1002M-463 H/1071 m) yang menulis dua kitab ilmu hadis, yakni AL-Kifayah fi QawaninAr-Riwayah dan Al-Fami’li Adab Asy-Syekh wa As-Sami’.
Sedang beberapa waktu, menyusul AL-Qadhi’Iyadh bin Musa Al-Yahshibi (w.544 H) dengan kitabnya Al-Ilma fi Dabath Ar-Riwayah wa Taqyid Al-Asma’.Berikutnya adalah Abu Amr ‘Usaman bin Shalah atau Ibnu Shalah (ahli hadis; w.642 H/1246 M) dengan kitabnya, ‘Ulum Al-hadis yang dikenal dengan Muqaddimahibn Ash-Shalah.
Kitab lainnya yang cukup terkenal di antaranya Tadrib Ar-Rawi olehJalaluddin As-Syuthi, Tauhid Al-Afkar oleh Muhammad bin Isma;il Al-KahlaniAs-San’ani (1099 H/1688 M-1182 H/1772 M), dan Qowa’id At-Tahdis karya Muhamamdjamaluddin bin Muhammad bin Sa’id bin Qaim AL-Qasimi (1283-1332 H).


[1]Drs. H. Mudasir. Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia. 1999. hlm. 43 
[2] Ibid.Hlm. 3-44
[3]Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag. AGus Suyadi. LC. M. Ag. Ulumul Hadis. Bandung : Pustaka Setia.2009. hlm. 109 

0 comments:

Post a Comment

Sample Text

Social Profiles

Arsip Blog

Pengikut

Guest Counter

Powered by Blogger.

Ads 468x60px

Popular Posts

Blog Archive

About

Featured Posts Coolbthemes