Thursday, May 5, 2011

Dampak Riba terhadap Perekonomian Indonesia


Krisis moneter yang pada mulanya terjadi di Thailand menular ke Malaysia, Philipine,
Korea dan Indonesia. Pasar saham dan kurs uang tersungkur jatuh secara dahsyat. Bank
sentral terpaksa turun tangan dengan mencetak uang baru, melakukan transaksi forward
dan menaikkan tingkat bunga yang tidak terduga. Volatilitas krisis menimbulkan badai
yang kuat menuju kehancuran dan mengakibatkan goncangnya sistem perbankan yang

rapuh. Padahal lembaga perbankan merupakan tulang punggung perusahaan
manufacturing yang selama ini mengandalkan bunga rendah. Selama tahun pertama
krisis kurs mata uang di lima negara terdepresiasi 35 – 80 %, bahkan Indonesia,
mencapai 400 %. Hal ini menyebabkan menciutnya nilai kekayaan dari negara-negara
tersebut khususnya Indonesia.
Nilai rupiah yang pada mulanya setara dengan Rp 2.445, meningkat secara tajam menjadi
Rp 17.000-an. Dalam masa yang panjang, nilai rupiah ini bertenggger di atas Rp
10.000.-. Kondisi ini membuat lembaga perbankan terpaksa menaikkan suku bunga
secara tajam pula, yaitu mencapai 70 %. Akibatnya lembaga perbankan konvensional
kesulitan mengembalikan bunga tabungan/deposito nasabah, sementara pendapatannya
lebih kecil dari kewajibannya untuk membayar bunga, ditambah lagi kredit macet akibat
krisis moneter. Inilah yang disebut dengan negative spread yang berarti lembaga
perbankan terus-menerus merugi dan modalnya semakin terkuras yang pada gilirannya
berakibat pada likuidasi sejumlah bank.
Bank-bank raksasa yang memiliki nasabah jutaan orang, yang kekurangan modal,
terpaksa direkap (disuntik modal) oleh pemerintah melalui Bank Indonesia dengan BLBI
(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) sejumlah sekitar Rp 400 triliun.
Kalau tidak dibantu, pastilah bank-bank rekap itu mati/tutup karena CARnya di bawah
standart yang ditetapkan pemerintah (8 %).
Karena pemerintah tidak memiliki uang cash/riil, maka pemerintah membantu modal
bank konvensional itu dalam bentuk obligasi. Kalau namanya obligasi, pastilah memiliki
bunga. Bunga ini selanjutnya kembali menjadi beban pemerintah yang tak lain adalah
dana APBN. Dana APBN adalah milik rakyat dan bangsa Indonesia, bukan milik para
konglomerat pemilik bank. Membantu modal bank ribawi itu, berarti membantu para
kapitalis (pemilik dana).
Data-data di bawah ini menginformasikan jumlah BLBI yang diberikan pemerintah
kepada bank-bank konvensional dan besar bunga yang mereka terima dari negara pada
September 2002.(

0 comments:

Post a Comment

Sample Text

Social Profiles

Arsip Blog

Pengikut

Guest Counter

Powered by Blogger.

Ads 468x60px

Popular Posts

Blog Archive

About

Featured Posts Coolbthemes