Wednesday, October 5, 2011

Sejarah Indonesia Pada Masa Orde Baru


Sejarah Indonesia(1968-1998)

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia.Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada erapemerintahan Soekarno.Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpanganyang dilakukan Orde Lama Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomiIndonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yangmerajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya danmiskin juga semakin melebar.

Masa Jabatan Suharto

Pada 1968, MPR secara resmi melantikSoeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantikkembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.

Politik

Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dansecara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yangditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesiamenjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19September 1966mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama denganPBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadianggota PBB kembali pada tanggal 28September 1966,tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atauOrde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timursering disebut lustrasi - dilakukan terhadaporang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminaldilakukan dengan menggelar Mahkamah MiliterLuar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagaipemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat"dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatanaturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksikekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanyadan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasimiliter namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsisecara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal inimengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurangadil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehinggamelebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsepakselerasi pembangunan II yang diusung AliMoertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan,bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi dipihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikirserta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politikdengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Eksploitasisumber daya

Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumberdaya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besarnamun tidak merata di Indonesia.Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.

Warga Tionghoa

Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, wargaketurunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya beradadi bawah warga pribumi,yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsaisecara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian BahasaMandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitasTionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisionalkarena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buatyang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke MahkamahAgung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesiawaktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesiaberjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkanpemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarinyang diizinkan terbit adalah HarianIndonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia.Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesiadalam hal ini adalah ABRImeski beberapa orang Tionghoa Indonesiabekerja juga di sana.Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agamaKonghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketikaitu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesiadikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme diTanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesisebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan olehkomunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagimemilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatandirinya.

Perpecahan bangsa

Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.Setiap hari media massaseperti radio dan televisimendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu carayang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasidari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luarJawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampaknegatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinyamarjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap pendudukpendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwaprogram transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah,meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledakmenjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayakdi Kalimantan.[1]Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalampembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaanterhadap para transmigran.

0 comments:

Post a Comment

Sample Text

Social Profiles

Arsip Blog

Pengikut

Guest Counter

Powered by Blogger.

Ads 468x60px

Popular Posts

Blog Archive

About

Featured Posts Coolbthemes