Monday, March 12, 2012

PENGERTIAN UTILITARISME

1.           Arti

Utilitarisme adalah faham atau aliran dalam filsafat moral yangmenekankan prinsip manfaat atau kegunaan (theprinciple of utility) sebagai prinsip moral yang paling mendasar.Dengan prinsip kegunaan dimaksudkan prinsip yang menjadikan kegunaan sebagaitolok ukur pokok untuk menilai dan mengambil keputusan apakah suatu tindakanitu secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Tindakan yang secara moral benaradalah tindakan yang berguna. Suatu tindakan dinilai berguna kalau akibattindakan tersebut, secara keseluruhan, dengan memperhitungkan semua phak yangterlibat dan tanpa membeda-bedakan, membawa akibat baik berupa keuntungan ataukebahagiaaan yang semakin besar bagi semakin banyak orang.  The greatest good to the greatest number.Faham ini menyatakan bahwa di antara semua tindakan yang kita ambil atau diantara semua peraturan yang kita pegang, yang dapat dibenarkan secara moraladalah tindakan atau peraturan yang, sejauh dapat kita perhitungkan, akanpaling memajukan kepentingan banyak orang, paling menguntungkan atau palingmembawa kebahagiaan mereka.

2.           Ciri Umum


Kalau mengingat pengertian di atas, maka ciri umum aliran ini adalahbersifat kritis, rasional, teleologis, dan universal. Utilatarismesebagai teori etika normatif merupakan suatu teori yang kritis, karenamenolak untuk taat terhadap norma-norma atau peraturan moral yang berlakubegitu saja dan sebaliknya menuntut agar diperlihatkan mengapa sesuatuitu tidak boleh atau diwajibkan. Teori etika ini tidak mengakui abahwa adatindakan-tindakan yang pada dirinya sendiri wajib untuk dilakukan atau yangpada dirinya sendiri dilarang. Pada dirinya sendiri semua tindakan ataupunperaturan itu netral. Yang memberi nilai moral kepada tindakan-tindakan atauperaturan tersebut adalah akibat-akibatnya. Sebagai contoh misalnya, parapenganut aliran ini tidak dapat menerima bahwa hubungan seks di luar perkawinanitu bagaimanapun juga pada dirinya sendiri tidak pernah dapat dibenarkan secaramoral. Mereka akan bertanya, mengapa tidak boleh melakukan hubungan seks diluar perkawinan; mereka menuntut agar diberikan alasan-alasan yang masuk akal.Karena tuntutan ini, Utilitarisme juga berciri umum rasional. Bagi kaumUtilitarian, hubungan seks di luar perkawinan itu secara moral tidak dapatdibenarkan baru kalau ada alasan yang masuk akal, yakni bila setelahdipertimbangkan, dalam kenyataan, akibat-akibat buruk dari hubungan seks diluar perkawinan lebih banyak daripada akibat baiknya. Akan tetapi kalau setelahdipertimbangkan ternyata bahwa akibat baik dari hubungan seks di luarperkawinan itu lebih banyak daripada akibat buruknya, maka, menurut kaumUtilitarian, hubungan seks di luar perkawinan justru wajib dilaksanakan.

Karena sifat kritis dan rasional yang seperti itu, Utilitarisme dalamkalangan etika tradisional dialami sebagai kritik yang membahayakan. Daripadamenerima aturan-aturan tradisional begitu saja, Utilitarisme menuntut agarperaturan-peraturan yang ada dipertang-gungjawabkan berdasarkan manfaatnya bagibanyak orang, dan apabila pertanggungjawaban itu tidak dapat dilakukan,peraturan tersebut supaya dilepaskan saja.

Utilitarisme juga bersifat teleologis, karena benar-salahnyasuatu tindakan secara moral dikaitkan dengan tujuan (telos) yang maudicapai atau dengan memperhitungkan apakah akibat baik tindakan tersebut lebihbanyak daripada akibat buruknya. Hal ini berbeda sekali dengan etika normatifyang bersifat deontologis. Seperti masihh akan kita lihat kemudian, bagi parapenganut etika deontologis ada tindakan-tindakan tertentu yang pada dirinyasendiri tidak pernah dapat dibenarkan secara moral, entah apa pun akibattindakan tersebut. Bagi mereka norma-norma moral selalu wajib diataati begitusaja tanpa mempertimbangkan apakah akibatnya menguntungkan atau merugikan.Dalam kasus di atas, bagi para penganut etika deontologis, melakukan hubunganseks di luar perkawinan bagaimanapun juga secara moral tidak pernah dapatdibenarkan. Mereka secara prinsipial menolak bahwa tujuan menentukan kualitasmoral, maka tidak dapat dipersoalkan lagi dari segi akibat tindakan.

Utilitarisme juga bersifat universal dalam arti teori etika inimemperhatikan kepentingan umum dan bukan hanya kepentingan pribadi si pelakumoral sebagaimana dikemukakan oleh Egoisme Etis. Dibandingkan dengan EgoismeEtis maupun Etika Pengembangan Diri Aristoteles yang masih belum bebas dariciri egoistik, Utilitarisme menekankan agar pertimbangan mengenai akibat baikatau manfaat yang akan diperoleh dari suatu pilihan tindakan itu, sedapatmungkin, sejauh dapat diperhitungkan, memperhatikan semua orang yang terlibatdalam tindakan tersebut atau terkenai olehnya. Suatu tindakan secara moralbenar dan wajib dilakukan kalau akibat tindakan tersebut membawa keuntunganyang semakin besar bagi semakin banyak orang (the greatest good to thegreatest number). Dengan demikian Utilitarisme mengatasi egoisme danmembenarkan sikap-sikap sosial. Utilitarisme membenarkan bahwa pengorbanankepentingan atau nikmatnya sendiri demi orang lain dapat merupakan tindakanyang paling tinggi nilai moralnya.

Berkaitan dengan tekanan pada memperhatikan kepentingan umum danmembenarkan adanya pengorbanan kepentingan dan nikmat pribadi demi kepentingandan nikmat orang banyak, Utilitarisme sebagai dasar berargumentasi seringkalai,sadar atau tidak sadar, dijadikan acuan dalam banyak pengambilan kebijakansosial-politik. Kalau kita melakukan alanisis sosial untuk mengkaji mengapapemerintah memutuskan untuk menggusur sebuah perkampungan demi pembuatan jalanatau demi pengaturan tata kota dan pembangan kawasan bisnis, alasan yangdikemukakan biasanya bersifat utilitarian. Kerugian yang diderita olehsekelompok orang yang terkena penggusuran dapat dibenarkan demi keuntungan bagisemakin banyak orang. Karena prinsip utilitarian banyak digunakan dalampengambilan kebijakan soail-politik dan dalam kehidupan bersama sehari-hari,maka kiranya baik bahwa prinsip ini kita analisis secara cermat dan kitatanggapi secara kritis.





3.           Macam

Biasanya dibedakan dua macam teori etika normatif Utilitarisme, yakniUtilitarisme Tindakan dan Utilitarisme Peraturan.

a.            Utilitarisme Tindakan
Utilitarisme sebagaimana lazimnya dipahami adalah UtilitarismeTindakan. Kaidah dasarnya dapat dirumuskan sebagai berikut: "Bertindaklahsedemikian rupa sehingga setiap tindakanmu itu menghasilkan akibat-akibat baikyang lebih besar di dunia daripada akibat buruknya". Bagi penganut aliranini, pertanyaan pokok yang perlu diajukan dalam mempertimbangkan suatu tindakantertentu adalah: "Apakah tindakanku yang tertentu ini, pada situasiseperti ini, kalau memperhatikan semua pihak yang tersangkut, akan membawaakibat baik yang lebih besar daripada akibat buruknya?" Bagi UtilitarismeTindakan tidak ada peraturan umum yang dengan sendirinya berlaku; setiaptindakan mesti dipertimbangkan akibatnya.

Utilitarisme Tindakan sudah banyak dikritik dan hampir tidak ada yangmembelanya lagi. Alasanyannya adalah: dalam praktek orang tidak setiap kalimembuat pertimbangan baru untuk melihat akibat-akibat dari setiap tindakan.Sulit dibayangkan bahwa orang dapat hidup tanpa peraturan sama sekali. Setiappernyataan moral mengandung unsur bahwa pada prinsipnya dapat berlaku untuktindakan-tindakan lain yang sejenis walaupun akibatnya mungkin tidak persissama. Utilitarisme tindakan dengan mudah dapat dipakai untuk membenarkantindakan yang melanggar hukum dengan alasan bahwa akibatnya membawa keuntunganbagi lebih banyak orang daripada akibat buruknya. Misalnya berdasarkan prinsipitu seseorang dapat dibenarkan untuk mencuri satu kaleng roti dari supermarketHero untuk diberikan kepada beberapa orang gelandangan yang kelaparan. Kalauhanya memperhitungkan akibatnya, kerugian yang diderita oleh supermarket Heroakan tidak seberapa dibandingkan dengan keuntungan memberi makan pada beberapa oranggelandangan yang kelaparan.

Selain itu, seperti pernah ditunjukkan oleh Ross dan Butler,[1]kalau hanya akibat dari tindakan saja yang diperhitungkan tanpa memperhitungkanapakah sesuai atau tidak dengan peraturan atau norma yang berlaku, maka orang akansampai pada suatu kesimpulan yang aneh. Sebagai contoh, misalnya tindakan Amembawa akibat yang persis sama dengan tindakan B. Akan tetapi tindakan Bmelibatkan suatu pelanggaran peraturan (misalnya dengan berlaku tidak adil atautidak jujur), sedangkan yang A tidak. Kalau dasar pertimbangannya hanyaberdasarkan akibat dari tindakan saja, padahal akibat tindakan A persis samadengan tindakan B, maka logis orang secara moral bebas memilih A atau B. Dalampraktek sudah jelas bahwa tindakan A lah yang benar dan B salah.





b.           Utilitarisme Peraturan

Untuk mengatasi kelemahan pokok di atas, maka kemudian dikembangkanlahmacam etika Utilitarian yang kedua, yakni Utilitarisme Peraturan. Dalam teoriini yang diperhitungkan bukan lagi akibat baik dan buruk dari masing-masingtindakan sendiri, melainkan dari peraturan umum yang mendasari tindakan itu.Jadi yang dipersoalkan sekarang adalah akibat-akibat baik dan buruk dari suatuperaturan kalau berlaku umum. Kaidah dasarnya sekarang berbunyi:"Bertindaklah selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang penerapannyamenghasilkan akibat baik yang lebih besar di dunia ini daripada akibatburuknya."

Kalau kaidah ini diterapkan pada kasus pencurian satu kaleng roti disupermarket Hero tadi menjadi nyata bahwa tindakan itu tidak dapat dibenarkansecara moral. Hal ini menjadi jelas dari kenyataan bahwa pernyataan"Mengambil barang dari toko besar tanpa bayar boleh dilakukan asal untukorang miskin" tidak dapat kita jadikan sebagai kaidah atau peraturan yangberlaku umum. Sebab kalau pernyataan itu kita jadikan kaidah yang berlaku umum,dapat dipastikan bahwa akibat buruknya justru lebih besar daripada akibatbaiknya. Demikianlah Utilitarisme Peraturan jauh lebih keras dan lebih dapatditerima daripada Utilitarisme Tindakan.


4.           Tanggapan kritis

a.            Kesulitan menentukan nilai suatu akibat

Karena Utilitarisme mengkaitkan moralitas suatu tindakan dengan jumlahakibat baik yang melebihi akibat buruknya, maka pertanyaan selanjutnya adalahbagaimana nilai suatu akibat itu dapat ditentukan. Pertanyaan ini harus dapatdijawab kalau kaidah utilitarisme mau dipakai. Kalau kita mau memakai kelebihanakibat baik terhadap akibat buruk sebagai tolok ukur moral, maka kita harustahu apa arti "lebih besar" dalam hubungan dengan nilai. Bagaimanacara menghitung lebih besarnya akibat-akibat baik atau buruk? Kalau kitamembatasi diri pada pembandingan akibat tindakan dari segi nilai kenikmatan(hedonistik) saja rupanya perbandingan kuantitas sudah menghadapi kesulitan.Rasa nikmat ada bermacam-macam dan sulit dibandingkan: kenikmatan karenamemuaskan nafsu makan, nafsu seks, nafsu marah, nafsu balas dendam; kenikmatantidur, kenikmatan merokok, naik gunung, berenang dsb. Kesulitan menjadi lebihbesar lagi kalau masih harus membandingkan besar-kecilnya akibat baik danakibat buruk yang ditimbulkannya. Sebagai contoh misalnya, sulit sekali untukmenentukan mana dari kemungkinan tindakan berikut yang paling besarmembawa  kenikmatan sebagai akibatnya:pergi menonton film, makan sate ayam bersama teman, baca-baca sambilmendengarkan musik yang kita senangi, mendengarkan siaran wayang sambil maingaple?
Untuk menjawab pertanyaan semacam itu, Jeremy Bentham(1748-1832), seorang tokoh Utilitarian yang hedonis dari Inggris, misalnyamencoba untuk memperhitungkan "nilai senang: dari pelbagi kegiatan manusiaguna dapat diperbandingkan jumlahnya satu sama lain. Ia mengemukan ada tujuhdimensi yang perlu diperhatikan dalam perhitungan (hedonic calculus)tersebut, yakni intensitasnya, lamanya berlangsung, kepastiannya, kedekatannyadengan kecondongan pribadi, kesuburannya, kemurniannya, dan keluasannya. Hasilperhitungan semacam itu tidak meyakinkan. Maka tokoh Utilitarian lain, JohnStuart Mill (1806-1873) dalam karangannya yang terkenal Utilitarianism(yang pertama-tama merumuskan teori Utilitarisme secara khusus) mengakui bahwausaha semacam itu tidak dapat berhasil. Ia memasukkan unsur baru ke dalamperhitungan, yaitu unsur "kualitas" di samping unsur"kuantitas". Akan tetapi, dengan berbuat demikian suatu"perhitungan" tepat tentang jumlah akibat baik dan akibat burukmenjadi sama sekali tidak mungkin lagi.

Di lain pihak kesulitan itu tidak boleh dilebih-lebihkan. Dalam teorimemang sulit sekali memperbandingkan nilai-nilai yang berlainan secarakualitatif. Namun dalam praktek hidup sehari-hari biasanya kita kurang lebihdapat menentukannya, baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lain. Dalampraktek hidup sehari-hari kurang lebih kita dapat menentukan mana yang akanmembawa akibat baik lebih besar (dalam arti lebih menyenangkan): pergi menontonfilm, makan sate ayam bersama teman, atau baca-baca di rumah sambilmendengarkan musik yang kita senangi. Mana yang baik dan mana yang buruk(dilihat dari kuantitas dan kualitas rasa senangnya) akan sangat tergantung situasi.Pergi menonton film bisa sangat menyenangkan, tetapi kalau untuk itu haruspergi dengan naik sepeda di tengah hujan lebat ya lebih baik tinggal di rumahuntuk baca-baca sambil mendengarkan musik yang kita senangi.

c.            Bertentangan dengan prinsip keadilan

Keberatan paling pokok yang biasa dikemukakan terhadap teori etikaUtilitarisme adalah bahwa kaidah dasar yang dikemukakan oleh teori tersebutdapat bertentangan dengan prinsip keadilan. Keberatan ini adalah keberatan yangsecara kritis dapat dikemukakan terhadap penentuan kebijakan pemerintah ataupenguasa yang mengambil prinsip atau kaidah utilitarian sebagai pokok acuanuntuk berargumentasi. Sebagai contoh misalnya dalam suatu proyek pembuatanjalan tol, keluarga Sukri terkena gusur. Ia tidak mau membongkar rumahnya danberpindah tempat karena ia merasa diperlakukan tidak adil. Uang ganti rugi yangia peroleh jauh dari mencukupi untuk dapat membeli rumah yang kurang lebih samadi tempat lain. Ia juga merasa jengkel karena ini sudah kedua kalinya ia terkenagusur. Dulu sebelum membeli tanah dan membangun rumah di tempat itu ia sudahbertanya pada dinas tatakota tentang rencana pembangunan kota, dan ia mendapatjawaban bahwa daerah itu aman. Ternyata, baru beberapa tahun sudah adaperubahan.

Setelah perundingan yang alot, akhirnya pemerintah daerah memberikanultimatum pada Sukri bahwa bagaimanapun juga proyek harus jalan, dan kalau padatanggal tertentu Sukri dan keluarganya tidak pindah, maka rumahnya akandibuldozer dengan paksa. Dalam membela tindakannya, pihak pemda selalumenyatakan bahwa Sukri terlalu mendahulukan kepentingannya sendiri dan tidakmempedulikan kepentingan umum. Pemda sebenarnya tidak mau merugikan Sukri,tetapi tidak ada jalan lain. Sukri semestinya sadar bahwa kerugian yang dia tanggungtidaklah seberapa dibandingkan dengan keuntungan yang akan dapat dinikmati olehorang banyak dengan adanya jalan tol di daerah itu.

Berdasarkan prinsip Utilitarian, penalaran aparat pemda di atas logisdan dapat dibenarkan. Akan tetapi prinsip tersebut bertentangan dengan prinsipkeadilan, karena menurut prinsip keadilan setiap manusia sebagai seorangpribadi (persona) itu bernilai dan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri.Manusia sebagai seorang pribadi tidak pernah boleh dikorbankan demi manusia lain.Ia mempunyai hak asasi yang sama dengan manusia lain. Ini berarti bahwa dalamkasus di atas, Sukri sebagai seorang pribadi mempunyai hak-hak asasi yang harusdihormati pula oleh pihak pemda. Menjadikan dia dan keluarganya sebagai"tumbal" yang harus dikorbankan demi kesejahteraan banyak orang lain,secara moral tidak dapat diterima.

Tidak memadainya prinsip Utilitarian sebagai prinsip moral karenabertentangan dengan prinsip keadilan juga nampak dalam kasus lain sebagaiberikut: Menjelang Pemilu biasanya situasi agak rawan dan adanya"gang" atau kelompok-kelompok "gali" yang merampok danmembuat kerusuhan akan mudah ditunggangi oleh mereka yang sengaja maumengacaukan keadaan. Maka demi menjaga ketenangan masyarakat dan mengamankanPemilu diadakanlah operasi penertiban keamanan masyarakat. Orang-orang yangdicurigai sebagai "gali" dan perusuh langsung diculik dan dijebloskanke dalam penjara atau malah ada yang secara misterius hilang dan tahu-tahusudah diketemukan sebagai mayat di suatu tempat. Operasi tersebut secarapragmatik-utilitarian sepertinya menguntungkan bagi masyarakat. Banyak anggotamasyarakat merasa senang karena mereka tidak diganggu lagi oleh para"gali" tersebut. Yang dirugikan hanyalah orang-orang yang dituduhataupun dicap sebagai "gali".Apa yang secara pragmatik-utilitariannampaknya menguntungkan banyak orang itu sebenarnya secara moral tidak dapatdibenarkan, karena bertentangan dengan prinsip keadilan. Orang yang dituduh"gali" pun adalah manusia yang memiliki hak-hak asasi yang tidakdapat dilanggar begitu saja. Kendati jumlah mereka relatif sedikit dibandingkandengan keseluruhan penduduk, dan di antara mereka memang mungkin ada yangsungguh-sungguh jahat, secara hukum mereka memiliki hak yang disebut"praduga tak bersalah", artinya sebelum terbukti melalui prosespengadilan bahwa seseorang itu bersalah, orang tidak boleh langsung menjatuhkanhukuman kepada mereka; apalagi hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatanmereka. Bahwa banyak orang diuntungkan oleh tindakan menghukum orang-orang itu,secara moral tidak dengan sendirinya membenarkan tindakan tersebut. Tambahanpula, secara hukum pun tindakan macam itu dalam jangka panjang dapat merugikan,karena kepastian hukum lalu digoyahkan. Masyarakat akan dicengkam oleh rasatakut terhadap kesewenangan penguasa yang sepertinya dapat bertindak di luarjalur hukum bila dipertimbangkan bahwa kepentingan umum menuntutnya.


     [1]DalamRichard B. Brandt, Ethical Theory, (Englewood Cliffs, N.J.:Prentice-Hall, Inc., 1959): pp. 227, 173-174.

0 comments:

Post a Comment

Sample Text

Social Profiles

Pengikut

Guest Counter

Powered by Blogger.

Ads 468x60px

Popular Posts

About

Featured Posts Coolbthemes